Ketika Si B Marah karena Nelongso

Suatu hari, ada dua orang yang bertengkar antara A dan B. A melakukan kesalahan, tidak sopan kepada mertuanya, yang nyatanya adalah ibunya si B. B marah, karena menganggap A tidak sopan, meskipun dia kakak ipar perempuannya.

Kesalahannya tersebut adalah, si A suka marah ke anak-anaknya, terutama waktu pagi-pagi ketika anaknya mau berangkat sekolah. Bener marah dan itu di rumahnya sendiri, tapi rumahnya satu tembok dengan rumah tetangga, dan tetangganya adalah tidak lain mertuanya sendiri.

Apakah sopan jika mertuanya disuruh mendengarkan tiap hari? Apalagi anak adalah cerminan 3D orang tuanya sendiri. Ketika anak nakal, sulit diatur, atau melakukan kesalahan lainnya, bisa jadi masa kecil orang tuanya itu sendiri dulu juga seperti itu. Dan jika benar, harusnya malu, bukan malah marah sampai teriak-teriak mengganggu tetangga.

Oleh karena itu, B marah dan membiarkan A sampai berhari-hari meski tahu kalau mendiamkan sesama muslim yang lain, lebih dari tiga hari tidak diterima sholat dan doanya.

Kemudian apakah si B salah?

Si B adalah penulis, dan menurut penulis apa yang dilakukan si B adalah benar. Kalaupun dosa, ya biarlah dosa, dan itu adalah tanggung jawab penulis.

Namun kenyataannya si A adalah termasuk orang yang mudah salah paham ketika di ajak bicara.

Sedikit-sedikit menganggap dirinya paling sengsara, paling jelek, buruk atau sisi negatif apalah yang sebenarnya tidak pernah terpikirkan atau diprasangkakan sebelumnya oleh orang lain kepadanya.

Dan kebiasaannya menyindir, entah itu disengaja atau bukan, merupakan yang menurut penulis adalah bukti kalau si A suka salah paham tersebut.

Entah karena kedalaman berpikirnya yang hanya sebatas itu, atau mungkin diperlukan excavator untuk meng-geruk agar lebih dalam lagi.

Pernah excavator itu adalah mendiang Bapak penulis. Cerita Ibu, konon Bapak penulis pernah mendudukkan si A untuk perihal kenapa tiap hari ngomel-ngomel sambil teriak-teriak ke anaknya, tapi perilaku yang dilakukan A sekarang adalah bukti kalau excavator cap mertua yang seharusnya dihormatinya, hanya angin lalu belaka.

Penulis masih teringat ketika dia menggerutu "nelongso" sampai Ibu penulis kepikiran sampai berhari-hari karena mendengar ucapan itu keluar dari mulut si A. Entah disengaja atau sengsara beneran. Itu hal yang paling membuat penulis marah dan mendiamkan sampai tulisan ini saya tulis.

Pikir penulis, mungkin saja dia kepengen "Ayam Nelongso" tapi tidak pernah dituruti sama bojo-nya. Sehingga ngomel-ngomel nelongso tersebut

Dan mendiamkamkan si A, menurut penulis adalah hal terbaik, karena penulis merasa percuma, toh Bapak penulis saja yang mertuanya tidak di dengarkan, apalagi adik iparnya ini.

Sebaik apapun tulisan ini dibuat untuk membuat si B terlihat baik, yah harap pembaca maklum, karena si B adalah penulis. Jadi kalau penulis membaik-baikkan si B, ya lumrah dan lucu saja.

Demikian curhatan penulis, semoga si A membaca tulisan ini suatu hari nanti dan mengerti alasan sebenarnya penulis mendiamkannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Larangan Menonton Film Anak Kecil

Godaan Setan dari Memandang Istri Orang

Kejahatan dari Kepintaran yang Bodoh